-->

Alur dan Penokohan Novel

Budiyono Dion, Bahasaku



Alur dan Penokohan Novel

Pada postingan yang lalu saya menguraikan unsur Fakta dan sarana Fiksi. Kali ini saya akan menyampaikan uraian detail tentang unsur Alur dan Penokohan
1.    Alur
Menurut Stanton (2007:22), alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya.

Selanjutnya Stanton (2007:22), menyatakan, alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri; alur memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan.
Menurut Tasrif (Lubis, 1981:10) struktur alur  terdiri atas; (1) situation, pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, (2) generating circumstances, peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak, (3) rising action, keadaan mulai memuncak, (4) climax, peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya, (5) denouement, pemecahan persoalan-persoalan dari semua peristiwa.
Dua elemen dasar  yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik utama selalu terikat teramat intim dengan tema cerita (Stanton, 2007:31-32).
Selanjutnya Stanton menyatakan (2007:32), klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan (terselesaikan bukan ditentukan).
Menurut Nurgiyantoro (2010:153), alur atau plot dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yakni kronologis dan tak kronologis. Yang pertama dapat disebut plot lurus, maju, atau dapat juga dinamakan progresif. Yang kedua dapat juga disebut sebagai regresif. Plot progresif  jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama diikuti oleh (atau menyebabkan) terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Secara runtut cerita dimulai dari awal, tengah, akhir. Plot sorot balik, flashback, cerita tidak dimulai dari tahap awal.
2. Penokohan
Istilah tokoh oleh Stanton (2007:32), disebutnya dengan istilah karakter. Karakter (character) menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yakni merujuk pada individu-individu atau tokoh yang ditampilkan dalam cerita, dan sebagai sikap, karakteristik, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh cerita. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu karakter/tokoh utama, yaitu karakter (tokoh) yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwa-peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita (pembaca) terhadap karakter tersebut.
Tokoh cerita (character) menurut Abrams (1981:20),  adalah orang yang ditampilkan dalam karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Kehadiran tokoh (Ma’ruf, 2010:82), dalam sebuah cerita secara garis besar dapat dikenali dari berbagai cara, (1) cara analitis, yakni pengarang secara langsung menjelaskan dan melukiskan  tokoh-tokohnya, (2) cara dramatik, yakni pengarang melukiskan tokoh-tokohnya melalui gambaran tempat dan lingkungan  tokoh, dialog antartokoh, perbuatan dan jalan pikiran tokoh, dan (3) kombinasi keduanya.
Analisis tokoh cerita dapat dilakukan dari nama tokoh. Bentuk penokohan (Wellek dan Werren, 1989:287), yang paling sederhana adalah pemberian nama tokoh. Setiap sebutan adalah sejenis cara memberi kepribadian, menghidupkan. Penamaan tokoh biasanya disesuikan dengan kepribadiannya dan terkait dengan psikologis dan sikapnya yang mengacu pada perilakunya.
Menurut Nurgiyantoro  (2010:176-181), Dilihat  dari  peran  tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya  tokoh utama dan  tokoh tambahan. Dilihat dari fungsi penampilan, tokoh  dapat dibedakan tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Berdasarkan  perwatakannya tokoh dapat dibedakan tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh bulat (complex atau round character).
Selanjutnya Nurgiyantoro (2010:181-182), menjelaskan, tokoh sederhana (simple atau flat character) dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu.
Tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character) adalah tokoh yang memiliki berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga (Nurgiyantoro, 2010:183).
Menurut Lubis (1981:36), menentukan sifat-sifat pelaku ada dua macam: (1) sifat-sifat lahir (rupa, bentuk), (2) sifat-sifat dalam (watak, pribadi). Sifat-sifat lahir umpamanya raut mukanya, jenis kelamin, umur, bagaimana rambutnya, bibirnya, cacat tubuhnya, sinar matanya dan sebagainya. Sifat-sifat dalam, yaitu watak dan kepribadiannya, yang meliputi: cita-cita, ambisi, kekecewaan, kecakapan, temperamen, dan sebagainya.
Artikel Terkait: Pengertian Novel, Unsur-UnsurNovel

 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Alur dan Penokohan Novel"

Post a Comment

mohon meninggalkan komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel